From Qur'an || From Hadith

From Qur'an Surah Al-An'am (The Cattle) 6:164

Say: "Shall I seek a lord other than Allah, while He is the Lord of all things? No person earns any (sin) except against himself (only), and no bearer of burdens shall bear the burden of another. Then unto your Lord is your return, so He will tell you that wherein you have been differing."

None can bare the burden of another... meaning each of us are responsible for our own actions in this life. we better be sure that we are following the correct understanding of Islam, within the guidelines of the Qur'an and the Sunnah... cause on the day of judgment we will not be able to point fingers at any one else.. not even our sheikhs, imams or maulanas. May Allah (swt) give us the correct understanding of Islam and help us to abide by all aspects of it.

Thursday, 10 December 2009

Selamat Pulang Jemaah Haji

Diatas kesempatan ini. Saya mahu mengucapkan selamat kembali ke tanah air kepada jemaah-jemaah Haji. Muga Haji kalian diterima Allah hendaknya. Bagi mereka yang berusaha(mengumpul duit) agar dirinya dapat melaksana fardhu Haji seperti saudaranya, muga Allah memperkenankan permintaan anda semua. Muga Allah memakbulkan doa kalian.


Ibadah haji sungguh mengingatkan kita akan kesatuan umat lebih dari ritual yang lain. Makna itulah yang selalu diresapi oleh kaum Muslim sejak era Rasul dan sepeninggalan Baginda. Mereka selalu menjaga kemaslahatan kesatuan umat itu dalam satu kesatuan kepemimpinan, iaitu Khilafah. Seharusnyalah kita meneladani mereka dengan menghilangkan keterpecah-belahan di antara kita dalam banyak kepemimpinan. Kita wajib berupaya mewujudkan satu kepemimpinan bagi kita semuanya, iaitu Khilafah Islamiyah. Inilah makna agung ibadah haji yang seharusnya kita wujudkan. Allah SWT berfirman:

Berpeganglah kalian semua dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai. Ingatlah kalian akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dulu (pada masa Jahiliah) bermusuh-musuhan lalu kalian dengan nikmat Allah itu menjadi bersaudara.
[QS. Ali Imran [3]: 103]


Sungguh, dalam ibadah haji banyak sekali terkandung makna-makna agung yang dapat diresapi oleh mereka yang sedang berkumpul di sekitar Ka’bah maupun oleh kaum Muslim di seluruh dunia. Mereka semua berkumpul semata-mata kerana panggilan Allah. Mereka mengabaikan seruan yang lain. Mereka menanggalkan seruan nasionalisme. Mereka juga mencampakkan seruan berbagai kepentingan dunia dan semua seruan selain seruan Allah.

Saya kadang-kadang tertanya, bagaimana nikmat yang dirasai jemaah Haji?

Seluruh syiar ibadah haji mengingatkan kaum Muslim akan keagungan kekuasan Allah, kehidupan akhirat, serta pelaksanaan berbagai perintah Allah di dunia dan aktivitas untuk memuliakan agamanya, yakni Islam. Ibadah haji mampu menyedarkan diri mereka akan pentingnya pengorbanan di jalan-Nya serta mendorong mereka untuk menapaki langkah menggapai keredhaan-Nya dan untuk bertawakal hanya kepada-Nya. Ibadah haji mampu mengingatkan mereka akan janji Allah yang tidak akan pernah Dia ingkari. Ibadah haji mampu mengikatkan dunia dan akhirat dengan suatu pengikat, yakni ketaatan kepada Allah serta ketundukkan pada perintah dan larangan-Nya. Ibadah haji mampu menyadarkan mereka untuk segera menuju ampunan Allah dengan bertaubat kepada-Nya dari segala bentuk kemaksiatan dan dosa. Ibadah haji mampu menjadikan mereka takut akan seksaan Allah yang amat pedih. Ibadah haji juga mampu membuat mereka tamak akan keredhaan Allah dan syurga yang telah dijanjikan-Nya.

Demikianlah, seluruh ritual ibadah haji mengandung makna-makna agung yang mampu mendorong kaum Muslim untuk beribadah kepada Allah dalam erti yang seluas-luasnya, yakni ketaatan menyeluruh kepada Allah dengan menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya; juga mampu mendorong tumbuhnya sikap yang benar dan jujur dalam menempuh hidup.

Pakaian ihram akan mengingatkan jemaah haji -ataupun kaum Muslim yang menyaksikannya-pada kain kafan dan kematian yang setiap saat boleh hadir menjemputnya. Kalimat talbiyah dan tawaf mengelilingi Ka’bah akan mengingatkan siapa pun untuk menjadikan hidup berputar pada paksi Islam. Sa’i dan melempar jumrah akan mendorong setiap Muslim untuk menghinakan syaitan dan pasukannya, baik dari golongan jin maupun manusia, serta mendorong mereka untuk menunaikan hak kepada yang berhak. Tawaf ifâdhah dan tawaf wada’ akan mengingatkan dan mendorong kesatuan kaum Muslim. Begitulah ibadah haji; ia mampu menguatkan hakikat kaum Muslim sebagai satu umat.

Namun sayang, saat ini keagungan ibadah haji tersebut ternodai akibat terpecah-belahnya kaum Muslim dalam berbagai pemerintahan, aitu lebih dari 50 negara kecil dan lemah. Tidak ada lagi satu pemerintahan yang selalu memperhatikan keadaan kaum Muslim sebagaimana dulu ada sejak Rasulullah SAW, dilanjutkan oleh para khalifah setelah beliau, hingga kekhilafahan (Khilafah Uthmaniah) terakhir diruntuhkan oleh musuh-musuh Islam pada tahun 1924. Keadaan kaum Muslim menjadi semakin buruk. Dalam pelaksanaan ibadah haji saja banyak kaum Muslim yang dipersulit. Mereka, misalnya, harus dilaporkan dengan urusan masuk ke negara umat Islam (baca: Imegresen). Belum lagi adanya sistem kuota yang diterapkan oleh pemerintah Saudi sejak tahun 1988. Kebijaksanaan itu muncul setelah jemaah Iran melakukan protes dan memberontak dengan pihak keselamatan Arab Saudi. Akhirnya, untuk menghindari aktiviti yang berbau politik selama ibadah haji, sistem kuota itu diterapkan. Akibatnya, kaum Muslim tidak boleh dengan mudah melaksanakan haji ketika ia memiliki kemampuan dan berniat untuk melaksanakannya. Banyak di antara kaum Muslim yang terpaksa membatalkan niat perjalanan hajinya kerana kuota telah habis. Kaum Muslim di Saudi sendiri hanya boleh melaksanakan haji lima tahun sekali. Padahal, Allah SWT telah berfirman:


Mengerjakan ibadah haji merupakan kewajiban manusia kepada Allah yaitu bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya, tidak membutuhkan sesuatu pun dari alam semesta.
[QS Ali Imran [3]: 97]


Sungguh, keadaan semacam ini sangat berbeza dengan keadaan kaum Muslim sejak era Rasulullah SAW dan era ketika mereka hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Para khalifah senantiasa memperhatikan urusan pelaksanaan ibadah haji dengan memberi dan membangun berbagai fasiliti yang memudahkan bagi siapa pun yang hendak menunaikan ibadah haji. Pada era Khilafah ‘Abassiyah, misalnya, siapa pun yang melakukan perjalanan haji dijamin penuh keamanannya hingga orang yang berjalan dari Hadramaut ke Baitullah tidak takut walaupun sendirian. Khalifah membangun berbagai fasiliti seperti tempat istirehat di hampir setiap kota sebagai tempat singgah bagi mereka. Di situ, siapa pun yang kehabisan bekal diberi bekal sebagai hak ibnu sabil yang diambil dari harta hasil pengumpulan zakat.

Sekian wallahulam

No comments:

Related Posts with Thumbnails