Di antara tanda-tanda bahawa anda bertauhid adalah ketika anda disakiti orang lain dan anda memiliki beberapa sikap terhadap mereka, antara lain:
Pertama: Memaafkan. Ini merupakan bukti ketulusan hati terhadap perilaku orang yang menyakiti. Sedangkan, keinginan hati untuk diperlakukan dengan baik merupakan tingkatan yang tinggi. Dan, yang paling tinggi lagi ialah ketika ia boleh membalasnya dengan kebaikan. Caranya, anda harus mulai dengan menahan amarah yakni jangan menyakiti orang yang pernah menyakiti anda. Kemudian maafkanlah, yakni bersikaplah toleran dan maafkan semua kesalahannya. Seterusnya adalah ihsan, yakni balaslah kejahatan yang ia lakukan dengan kebaikan.
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
[Ali 'Imran, 3:134]
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
[Asy-Syura, 42:40]
[1345]. Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1032],
[An-Nur, 24:22]
[1032]. Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.
Dalam atsar tersebut:
Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku agar aku menyambung tali silaturrahim dengan orang yang memutuskannya denganku, memaafkan orang yang menzalimiku, dan memberikan kepada orang yang tidak pernah mahu memberi kepadaku.
Kedua: Keyakinan terhadap qadha’. Ertinya, anda harus menyedari bahawa ia tidak menyakiti kecuali itu merupakan ketentuan qadha’ dan qadar Allah, sedangkan seorang hamba hanyalah perantaraan terjadinya sesuatu, sementara yang menentukan dan menetapkan hanyalah Allah. Oleh kerana itu, berserah dirilah dan tunduklah kepada Pelindung anda.
Ketiga: Penghapusan dosa. Ertinya, anda harus menyedari bahawa kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap diri anda adalah sebagai penebus dosa anda, penghapus kesalahan adna, pelebur kekhilafan anda dan sebagai peninggi darjat anda.
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
[Ali-‘Imran, 3:195]
[259]. Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
Di antara hikmah lain yang boleh diperolehi oleh seorang mukmin dalam hal ini adalah dihentikan perlawanan musuh.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
[Fushshilat, 41:35]
Rasulullah saw bersabda:
"Orang muslim adalah orang yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan tangan dan lidahnya”
Ertinya, ketika bertemu dengan orang yang pernah menyakiti anda, maka hadapilah dnegan tersenyum, dengan kata-kata yang baik, dan dengan wajah yang berseri-seri sehinga hilanglah sumber permusuhan dan padamlah api pertengkaran.
Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.
[Al-Isra’, 17:53]
Jadilah penebar kebahagian.
Sesungguhnya lembaran orang-orang mulia
Penuh dengan tabi’at kebahagiaan.
Keempat: Munculnya kesedaran terhadap kekurangan diri anda. Ertinya, anda menyedari bahawa segala perkara yang menyakitkan anda, tidak mungkin ditimpakan pada diri anda melainkan akiat dari dosa yang telah anda lakukan.
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri." Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
[Ali-‘Imran, 3:165]
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
[Asy-Syu’ara’, 42:30]
Kelima: Anda memuji Allah dan bersyukur kepadaNya, kerana anda telah diciptakan sebagai orang yang dizalimi, dan bukan sebagai orang yang menzalimi. Perkataan ini sama seperti yang dikatakan oleh salah seorang dari dua anak Adam kepada saudaranya.
"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."
[Al-Ma’idah, 5:28]
Keenam: Anda tetap bersikap kasih saying kepada orang yang menyakiti hati anda, kerana doa adalah orang yang berhak mendapat kasih sayang anda. Anda sebaiknya menyedari bahawa orang yang terus-menerus menyakiti orang lain dan lancing berbuat dosa secara terang-terangan dengan menyakiti seorang muslim, memang memerlukan kelemah-lembutan anda, kasih saying anda dan pertolongan anda. Inilah tanda kelembutan dan kasih saying yang seharusnya anda tunjukan. Sabda Nabi:
Tolonglah saudaramu yang zalim mahupun yang dizalimi.
Ketika Misthah mencmearkan nama baik Abu Bakar dan Aisyah, anaknya, maka Abu Bakar bersumpah untuk menghentikan bantuan makanan kepada Misthah. Misthah sendiri adalah seorang yang miskin yang secara rutin mendapat biaya dari Abu Bakar. Maka Allah pun menurunkan firmaNya:
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1032],
[An-Nur, 24:22]
[1032]. Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.
Abu Bakar pun kemudian menyedari: “Tentu, aku amat senang kalau Allah mengampuni dosaku.” Dan setelah itu, Abu Bakar pun kembali menafkahi Misthah dan memaafkannya.
Uyainah bin Hishn berkata kepada Umar bin Al-Khaththab, “Celakalah engkau, wahai Umar! Demi Allah, engkau tidak pernah menafkahi kami dan tidak memerintah kami dengna adil.” Mendengar itu, Umar pun bingung, namun Al-Hurr bin Qais mengingatkannya: “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Alla telah berfirman:
Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
[Al-A’raf, 7:199]
Al-Hurr pun menambahkan: “Demi Allah, Umar tidak akan melanggar batasan ayat ini. Umar adalah orang yang sangat patuh kepada kitab Allah.”
Yusuf ‘Alaihissalam berkata kepada saudara-saudaranya (yang dulu pernah menzaliminya):
Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang."
[Yusuf:, 12:92]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada orang-orang kafir Quraisy yang pernah menyakiti, mengusir, dan memeranginya. Katanya, “Pergilah kalian, kalian sekarang bebas (dari hukuman).” Rasulullah menyatakan hal ini pada hari penaklukan Mekah. Dalam sebuah hadith baginda bersabda:
Orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam bergelut, sesungguhnya orang yang kuat itu adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah.
Ibnu Mubarak berkata:
Jika kamu bergaul
dengan suatu kaum yang pengasih
berlakulah kepada mereka
layaknya saudara mereka yang penuh kasih.
Jangan hantui semua orang dengan kesalahanmu
kerana kamu akan hidup tanpa kawan.
Sebahagian lain mengatakan bahawa dalam Injil terdapat pernyataan: “Berilah maaf tujuh kali kepada orang yang berbuat kesalahan kepadamu sekali.”
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik[1345] maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
[Asy-Syura, 42:40]
[1345]. Yang dimaksud berbuat baik di sini ialah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.
Ertinya, maksud pernyataan dalam Injil itu adalah apabila ada orang yang melakukan kesalahan satu kali, maka maafkanlah berulang-ulang hingga tujuh kali untuk kesalahan itu, untuk menjaga agama dan kehormatan, dan supaya hati tetap bersih. Sebab keinginan untuk membalas berasal dari syaraf, dari darah, dari tidur, dari istirehat, dan dari kehormatan diri anda, bukan dari orang lain.
Sebuah peribahasa India menyebutkan: “Orang yang mampu menguasai dirinya, maka ia lebih berani daripada orang yang mampu menaklukkan sebuah kota.”
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
[Yusuf, 12:53]
Renungan
Adapun doa Dzun Nun (Nabi Yunus), La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minal zhalimin, di dalamnya terkandung kesempurnaan tauhid, penyucian kepada Allah, pengakuan seorang hamba akan kezaliman diri sendiri dan dosanya, yang merupakan penawar yang sempurna untuk menghilangkan kegundahan dan kegelisahan, dan juga sebgai wasilah (perantaraan) yang paling tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah agar Allah mengabulkan semua permohonan kita kerana tauhid dan penyucian terhadap Allah (tanzih) terkandung penetapan segala bentuk kesempurnaan Allah dan penghapusan segala bentuk kekurangan, aib dan penyerupaan denganNya. Sedangkan pengakuan terhadap kezaliman mengandungi nilai keimanan hamba terhadap syariat, ganjaran, serta seksa, dan mengharuskan hamba untuk menyesali perbuatannya, kembali kepada Allah, meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya, mengakui statusnya sebagai hamba yang harus mengabdi kepada Tuhan (‘ubudiyyah) dan pengakuan atas semua dosa yang telah kita kerjakan (i’tiraf). Demikianlah empat perkara yang boleh digunakan untuk bertawassul, yakni tauhid, tanzih, ‘ubudiyyah, dan i’tiraf.
Allah berfirman:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
[Al-Baqarah, 2:155]
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
[Al-Baqarah, 2:156]
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
[Al-Baqarah, 2:157]
[101]. Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
No comments:
Post a Comment